Archive for May, 2014

Kegiatan : Pembekalan Pengembangan SDM Ekraf Sub Sektor Film
Job Title : Operator Kamera
Peserta : Target 200 peserta
Pelaku operator kamera (professional)

Dengan sudah terbukanya pasar bebas persaingan sudah tidak dengan teman sendiri, tapi kita bisa bebas bekerja di belahan bumi mana saja. Mari kita tingkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku dalam bentuk kompetensi sehingga menjadi seorang yang profesional. Oleh karena itu Sinematografer Indonesia yang di fasilitasi Pusat Pengembangan KEMENPAREKRAF menyelenggarakan pembekalan dan sosialisasi Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI) untuk Operator Kamera.

Diharapkan dengan sangat, betapa pentingnya SKKNI sebagai landasan industri yang mensejahterakan yang berkeadilan. Besar harapannya dalam mengikuti acara ini.

LOKASI : Jakarta
1. Peserta : 100 orang (level minimal profesi kamerawan/cam pers)
2. Waktu : Angkatan 1 pada tanggal 9-10 Juni 2014
(50 orang Pengarah Fotografi/DoP)
Angkatan 2 pada tanggal 20-21 Juni 2014
(50 orang minimal Kamerawan / Camera Person)
3. Lokasi : hotel Alila, Pecenongan – Jakarta
4. Teknis Pelaksanaan lecturing.

LOKASI : Bandung
1. Peserta : 50 orang (level min Operator Kamera dan Asisten Kamera)
2. Waktu : Angkatan 3 pada tanggal 11-12 Agustus 2014
3. Lokasi : TBA
4. Teknis pelaksanaan lecturing.

LOKASI : Jogjakarta
1. Peserta : 50 orang (level min Operator Kamera dan Asisten Kamera)
2. Waktu : Angkatan 4 pada tanggal 22-23 Agustus 2014
3. Lokasi : TBA
4. Teknis pelaksanaan lecturing.

Untuk tertib administrasi dibuka dahulu registrasi angkatan 1 (klik dibawah ini)

REGISTRASI

Atau copy paste link dibawah ini :
http://sinematografer.coffeecup.com/forms/SOSSKKNI%201/

Mohon maaf karena keterbatasan tempat dan waktu jika sudah melebihi kuota silakan mengikuti angkatan berikutnya, jika peserta sudah 50 orang akan ada pemberitahuan.

Atas kerja samanya terima kasih.

Salam Film Indonesia

Kontak Person : Angela (bibhier)
SinematograferIndonesia@gmail.com

Advertisement

Wedangan 4

Posted: May 22, 2014 in Acara

20140522-212146-76906089.jpg

Wedangan 3

Posted: May 22, 2014 in Acara

20140522-212034-76834521.jpg

Wedangan 2

Posted: May 22, 2014 in Acara

20140522-210038-75638939.jpg

Jakarta 17 Januari 2014, Hotel Balairung, Matraman, Jakarta.

Telah dibentuk sebuah badan yang disepakati bersama semua Unsur Perfilman yang diwakili oleh 40 Organisasi Perfilman Indonesia pada Musyawarah Besar (MUBES) di Hotel Balairung Jakarta pada tanggal 17 January 2014 berupa BADAN PERFILMAN INDONESIA atau BPI. Badan ini akan dikukuhkan oleh pimpinan tertinggi Negara Indonesia menurut undang-undang no.33 tahun 2009 tentang Perfilman, walaupun konstituen tertinggi BPI pada unsur perfilman Indonesia dengan dukungan kementerian terkait yang sementara ini baru KEMENDIKBUD dan KEMENPAREKRAF sebagai yang mengurus kebudayaan dan pembuat undang-undang perfilman.

Badan ini disusun oleh mayoritas unsur perfilman yang diundang oleh panitia pelaksana dari Ikatan Alumni FFTV-IKJ (IKAFI). Perumusan BPI berdasarkan kajian yang sudah dilakukan jauh sebelum tahun 2012 yang difasilitasi KEMENPAREKRAF, yang terpenting semangatnya membangun perfilman menghilangkan rasa perbedaan mengusung bersama untuk peradaban Indonesia.

BPI berfungsi:
(1) Menyerap aspirasi pemangku kepentingan perfilman
(2) Melibatkan pemangku kepentingan perfilman Indonesia dalam pelaksanaan Program Kerja
(3) Menjembatani kepentingan kegiatan dan usaha perfilman antara masyarakat, pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman dengan pemerintah
(4) Mencermati dan mengantisipasi setiap perkembangan perfilman di bidang teknologi dan atau lainnya
(5) Sebagai mitra kerja Pemerintah Pusat dan pemerintah di daerah, maka BPI:
a. Memberi masukan secara aktif kepada Pemerintah Pusat dan pemerintah di daerah dalam menyusun, menetapkan, dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan perfilman
b. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah melalui Kementerian terkait dalam perancangan serta penyaluran anggaran operasional dan progam dalam rangka mendukung kegiatan perfilman secara keseluruhan
c. Mendorong dan melaksanakan supervisi secara nyata kepada pemerintah di daerah dalam memfasilitasi pembentukan organisasi film daerah yang sesuai dengan program BPI.

Tugas BPi :
(1) Tugas BPI dalam penelitian untuk pengembangan seni dan teknologi perfilman yaitu:
a. Memfasilitasi dan melakukan penelitian-penelitian empirik perfilman Indonesia di bidang ekonomi, teknologi, dan kajian film, serta pengembangan pusat data dan pengarsipan perfilman Indonesia yang berorientasi kepada peningkatan usaha dan kegiatan perfilman.
b. Memberikan informasi dan data base hasil penelitian berdasarkan permohonan secara resmi yang terkait dengan perfilman.
(2) Memberikan masukan secara resmi kepada pemerintah, DPR, DPRD dan pemangku kepentingan untuk kemajuan perfilman Indonesia, terutama dalam hal:
a. Evaluasi efektivitas implementasi Undang Undang Perfilman kepada DPR
b. Evaluasi efektivitas implementasi peraturan daerah yang berkaitan dengan perfilman
c. Turut serta memberi masukan dalam proses perancangan berbagai peraturan perundang-undangan terkait perfilman pada DPR maupun DPRD
(3) Menentukan strategi dan kebijakan untuk pengembangan promosi film Indonesia dan peningkatan apresiasi melalui festival film, yang meliputi:
a. festival film di dalam negeri:
i. penyelenggaraan Festival Film Indonesia secara berkala setiap tahun.
ii. penyelenggaraan festival-festival film berskala nasional dan lokal.
iii.penyelenggaraan festival-festival film bertaraf internasional di Indonesia.
b. mengikuti festival film di luar negeri;
i. mengikutsertakan film-film Indonesia terpilih dalam berbagai festival film internasional.
ii. memasarkan film Indonesia di luar negeri.
c. menyelenggarakan pekan film di luar negeri;
i. mendukung penyelenggaraan festival- festival atau pekan-pekan film Indonesia di luar negeri.
d. mempromosikan Indonesia sebagai lokasi pembuatan film asing;
i. bekerja sama dengan pemerintah merancang, membentuk dan menginisiasi promosi Indonesia sebagai (lokasi) pembuatan film asing.
e. memberikan penghargaan;
i. pemberian penghargaan perfilman secara terpadu mengacu pada karya dan kekaryaan perfilman
f. melindungi karya dan kekaryaan perfilman;
i. mengacu kepada perundang-undangan Hak Cipta
g. meningkatkan apresiasi publik dan literasi media film melalui forum-forum diskusi dan kegiatan-kegiatan pemutaran film.
(4) Membantu organisasi-organisasi profesi dan lembaga pendidikan perfilman untuk peningkatan sumberdaya dan jaringan sehingga memiliki kompetensi profesi.
(5) Dalam memfasilitasi pendanaan pembuatan film tertentu yang bermutu tinggi, BPI melakukan inisiatif-inisiatif pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan bagi penguatan industri film Indonesia dan sistem hibah bagi peningkatan kualitas film Indonesia, meliputi:
a. Melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, dan pemangku kepentingan perfilman dalam pembentukan sistem pengelolaan dan penggalangan dana.
b. Mengembangkan sistem pendanaan dalam bentuk Lembaga Keuangan Perfilman yang berorientasi pada penguatan dan pengembangan perfilman komersial dan non-komersial.
c. Melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program produksi film yang bermutu tinggi dengan mekanisme yang transparan.
(6) Memfasilitasi penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan perfilman.
(7) Mengembangkan komunikasi antara pelaku perfilman, masyarakat, dan pemerintah;
a. Melakukan kerja-kerja hubungan masyarakat yang strategis dalam mengkomunikasikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Program Kerja BPI di tingkat daerah, nasional, dan internasional.
b. Membentuk sistem informasi terpadu bagi perusahaan-perusahaan jasa layanan produksi dalam negeri yang dapat diakses dengan mudah oleh para produser dalam negeri dan asing yang akan melakukan produksi di Indonesia.

Beserta itu pula telah diangkat perwakilan Masyarakat Film Indonesia didalam mengurus BPI yang dipilih secara demokratis peserta Mubes dari perwakilan organisasi perfilman Indonesia.yang terdiri dari :

1. Alex Komang amanah Rumah Artis Indonesia (RAI)
2. Gatot Brajamusti amanah Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI)
3. Edwin Nazir amanah Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI)
4. Kemala Atmojo amanah Ikatan Alumni FFTV-IKJ (IKAFI)
5. Embi C. Noor amanah (KFN)
6. Robby Ertanto amanh Penulis untuk Film Layar Lebar (PILAR)
7. Anggi Frisca amanah Sinematografer Indonesia (SI/IC)
8. Rully Sofyan Amanah ASIREVI
9. Gerzon T Ayawaila amanah KOMUNIKATIF

Ke 9 pengurus ini memlih koordinator Alex Komang, dan setelah diputuskan dalam MUBES BPI kesembilah pengurus ini akan menjalani amanah dari Masyarakat Film Indonesia selain dari organisasinya. Kita sebagai Unsur Perfilman Indonesia harus saling bahu membahu mendukung dan mengawasi BPI yang dihasilkan bersama di MUBES-BPI.

Dan berdasarkan mandat Presidium Sinematografer Indonesia, dan komitmen Saudari Anggi Frisca, kita (anggota Sinematografer Indonesia) harus mendukung visi-misi yang diusung saudari Anggi Frisca pada saat pencalonan pengurus BPI berupa :

Membangun peradaban Indonesia yang lestari
dengan kesejahteraan masyarakat perfilman.

Besar harapan kita, Sinematografer Indonesia dengan terbentuknya BPI sejalan dengan semangat kebersamaan seluruh unsur perfilman untuk membangun ekosistem perfilman Indonesia yang beradab. (A@)

FOTO SI LIVETIME AC

Presidium Sinematografer Indonesia bersama penerima penghargaan pengabdian seumur hidup, ki-ka : bung Surajudin Datau, bung Agni Ariatama, bung M Soleh Ruslani, bung Roy Lolang, bung George Kamarulah, bung Arief R. Pribadi, bung Sri Atmo, bung Gunnar Nimpuno, bung Arya Tedja, dan bung Sidi Saleh. (foto : bung Popoy)

 

Jakarta 7 Januari 2014, Gedung Perfilman H. Usmar Ismail.

Rapat Umum Anggota Sinematografer Indonesia (RUA-SI) dihadiri lebih dari 70 anggota dan lebih dari 40 undangan yang hadir, dengan agenda acara diawali dengan presentasi oleh Agni Ariatama tentang gambaran besar posisi SI dalam Ekosistem Perfilman Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan Sosialisasi Anggoran Dasar S.I, yang sidangnya dipimpin oleh bung Tino Saroengalo, bung M Soleh Roeslani, dan bung Gunnar Nimpuno. Untuk melengkapi acara, peserta aktif SI dibagi komisi uintuk membahas ANGGARAN RUMAH TANGGA. Setelah semua disahkan acara dilanjutkan dengan pemilihan PRESIDIUM sebagai pengurus SI dengan level yang setara. Berdasarkan pemilihan tertutup oleh 70 anggota SI terdaftar menghasilkan pilihan Presidium sebagaiu berikut : Agni Ariatama, Arief R Pribadi, Arya Tedja, Gunnar Nimpuno, Roy Lolang , Sidi Saleh, Surajudin Datau Yang dilanjutkan pertemuan tertutup Presidium untuk membahas posisi tanggun jawab, dengan hasil Koordinator : Agni Ariatama Administrasi : Roy Lolang dan Arya Tedja Keuangan : Arief R Pribadi dan Surajudin Datau Infokom : Gunnar Nimpuno dan Sidi Saleh. Dan pada malam harinya sebagai bentuk sosialisasi presidium kepada organisasi perfilman lainnya dan pemberian apresiasi SI kepada orang-orang yang memiliki intergitas terhadap KESETIAAN-KEMAJUAN-ARTISTIK sebagai ruh dan semangat semua anggota Sinematografer Indonesia. (A@)

Oleh: Arief Retno Pribadi (praktisi film)

“Tidaklah cukup jika pikiran harus berusaha merealisasikan dirinya; kenyataan juga harus berjuang menuju pikiran”.

Tulisan diatas adalah sebuah analogi dari sudut pandang filosofi
tentang kita – para sinematographer Indonesia. Tidak dapat dipungkiri,
selama ini kita hanya bisa mengharapkan keadaan industri yang ideal
menurut pemikiran kita sebagai individu sinematographer Indonesia tanpa
bisa merealisasikannya dalam tahapan realitas konkretnya. Suatu keadaan
ideal yang hanya ada dalam dunia ide. Dunia dimana kesadaran akan ide
ideal dan kenyataan yang ada sangat bertolakbelakang. Suatu keadaan
paradoksal, adalah sebuah tahap pertumbuhan yang pada akhirnya
menghancurkan diri sendiri (self destruction).

Ide ideal akan menjadi sebuah kekuatan material manakala bergabung
dengan massa (organisasi). Ia akan menjadi kendaraan evolusi tanpa
revolusi, sebuah gerakan perubahan ilmiah tanpa konflik. Untuk mencapai
sampai pada titik ini, wajiblah kiranya menemukan ciri-ciri dan definisi-definisi,
ataupun teori bagaimana cara-cara bergabung dengan massa itu. Maka akan
disadarilah bahwa selama ini dunia sudah mengambil bentuk dari sebuah
mimpi ide ideal kita. Kita hanya perlu bergerak bersama menjadi kekuatan
massa melalui sebuah organisasi untuk secara sadar dapat merealisasikan
ide ideal kita ke dalam realitas konkret. Yaitu realitas industri film di era
ekonomi global.

Membayangkan nasib pekerja film Indonesia pada tahun 2015,
dimana AFTA (Asean Free Trade Area) mulai diberlakukan sangatlah
memprihatinkan. Indonesia dikancah persaingan global menurut World
Competitiveness Report menempati urutan ke 45 atau terendah dari seluruh
negara yang diteliti, dibawah Singapura (ke 8), Malaysia (ke 34), Cina (ke
35), Filipina (ke 38), dan Thailand (ke 40). AFTA dibentuk pada waktu KTT
(Konperensi Tingkat Tinggi) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.
Artinya sudah sebelas tahun semenjak kesepakatan AFTA
ditandatangani, namun tidak ada langkah-langkah yang berarti dari kebijakan
pemerintah yang diambil untuk mempersiapkan peningkatan kemampuan
para pekerja film dalam menghadapi persaingan global. Indonesia tidak
mempunyai desain yang jelas bagaimana memposisikan pekerja film dan
produk film Indonesia dalam kancah ekonomi global.

Kita tidak bisa berharap terlalu banyak dari kebijakan regulasi dan
peran serta pemerintah Indonesia untuk melindungi pekerja film dari
persaingan global, yang bisa kita lakukan adalah bersama-sama
menggabungkan diri menjadi kekuatan masa dalam organisasi untuk dapat
mengembangkan potensi diri dalam menghadapi persaingan global yang
makin tajam. Globalisasi adalah sebuah keniscayaan.

ASEAN semakin terintegrasi dalam bentuk ASEAN Community
sebuah bentuk baru yang mendekati seperti European Community. Dalam
masyarakan ekonomi global, akan ada liberalisasi (keterbukaan) terhadap
arus barang, jasa, modal dan tenaga kerja terdidik serta tenaga kerja rendah
antar negara-negara AFTA, tanpa hambatan apapun ! Penyeragaman
standardisasi, pengaturan dan pengakuan atas standar kompetensia antar
negara, membuat persaingan pasar akan sangat ketat. Realitas globalisasi
yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM
(sumber daya manusia) di Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimana kita
sebagai pekerja film dalam menghadapi persaingan global – sudah siapkah
kita menghadapi hal tersebut?.

Sebagai wacana, organisasi Sinematografer Indonesia sebagai
kekuatan massa juga dapat berfungsi sebagai organisasi belajar yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya anggotanya. Organisasi
belajar. Difinisi organisasi belajar adalah “suatu organisasi di mana para
anggota dari suatu organisasi secara terus menerus memperluas
kemampuannya untuk terus berkeinginan belajar dan mengembangkan
potensi diri (team learning).“ Organisasi belajar adalah sebuah kontekstual
yang bersifat jangka panjang (long term).

Dengan model organisasi belajar kita dapat mengembangkan intelectual
capital, social capital dan soft capital. Tiga kapital diatas sebagai modal
kekuatan serta kualitas individu sinematografer Indonesia untuk memenuhi
standart kompetensi internasional dalam menghadapi tajamnya persaingan
pasar global. Apakah kita akan menjadi pesaing yang tangguh, pesanding
orang asing yang manis dan molek, atau pecundang yang mutung.

Sekian – Selamat berkarya