Karena sinematografi adalah seni dan teknologi fotografi gambar bergerak, maka menilaipun tidak lepas dari sisi seni yang terkait estetika konsep visual. Nilai teknologi yang berkualitas dimana menciptakan imaji dengan detail-detail informasi dari elemen visual yang mendukung pemaknaan atau cerita.

Dalam penilaian teknologi sebenarnya kalau didalam industri akan disaring melalui standar-standar industri seperti dari Society Motion Picture Television engineering (SMPTE), Digital Cinema Initiative (DCI), ITU, ISO, IEEE dan lain-lain standar terkait teknologi Audio Visual yang diterapan pada ruang putarnya (siaran) KLIK.

Ruang putar atau siaran inilah yang akan menyaring kualitas teknisnya sehingga jika ruang putar atau penyiar sudah mengikuti standar industrinya maka penilaian teknologi sinematografi sudah selesai, baik di tingkat biokop/cinema industry, televisi/Broadcast Industry yang didalamnya juga penggunaan sistem siaran dengan internet seperti OTT maupun VOD.

Sehingga sebuah festival seperti FFI jika sudah disyaratkan pernah diputar di Biokop (cinema industry) berarti urusan kualitas teknologi sudah selesai, tinggal menilai teknik aplikasinya yang akan terkait dengan penilaian estetikanya. Artinya produksinya juga sudah mengacu pada alur kerja standar Industrinya, baik pada pengambilan gambar hingga pengolahan imaji di pascaproduksi, termasuk pembuatan MASTER copynya apakah untuk Cinema, Televisi atau Streaming internet KLIK.

Pertanyaannya apakah Industri Film dan Konten di Indonesia sudah Standar?

Karena bagi seorang Juri Festival benar-benar fokus kepada penilain nilai-nilai kreatif estetikanya, tidak lagi hanya karena visualya kurang detail informasi dalam kualitas teknologi yang tidak tersampaikan sehingga mempengaruhi penilaian keseluruhan KLIK.

Sementara seorang sinematografer sendiri harus sadar akan:

1. Penciptaan visual yang bercerita (Creative storytelling look) sehingga jika orang mau menilai harus menonton dari menit pertama hingga akhir film, apakah alur cerita VISUALnya konsisten yang menyatu dengan semua aspek film (pengadeganan, karakter tokoh, fotografi, artistik elemen visual maupun audio)… dimana tidak sekedar gambar bagus atau indah saja tapi sudah bercerita secara visual, sinematografer mengerti struktur dramatik maupun pemikiran editorial film secara efektif.

2. Penonton masuk kedalam cerita tanpa merasakan sama sekali teknik pembuatan film (mood believe), penonton merasa terlibat secara emosional terhadap visualnya yang sudah bercerita (lebih bagus lagi jika suara dimatikan penonton dapat merasakannya).

3. Kreatifitas sinematografer dalam menggunakan konsep-konsep visual dimana mengerti dalam penggunaan visual metafora (Creative dramatic look) dalam meningkatkan rasa/mood dramatik cerita.

Tentu saja ini minimal dari beberapa penilain dimana terkadang ada yang menilai mengunakan dasar-dasar filsafat, psikologis, dll sebagai pengkaya penilaian dari sebuah karya Sinematografi yang berkualitas.

Agni Ariatama ICS

Pengembangan SDM Audio Visual

Posted: December 13, 2020 in Uncategorized

Jaringan pendidikan Film, Televisi dan Multimedia yang saling terintegrasi dan interdepedensi dalam ranah AudioVisual, baik pendidikan formal, non formal dan informal – ekosistem.id beberapa bahan presentasi yang terkait pengembangan Sumber Daya.

Salah satu pembentukan pendidikan NonFormal pada ekosistem perfilman pada 2 September 2013

Sekolah Film

Seni HAKI

Pendidikan Seni Jakarta

Klasifikasi Film, Televisi dan Multimedia

Pendidikan Profesi

Diskusi IKJ -PPFN

Dibawah ini bahan referensi dan paparan FGD pengembangan SDM AV DKJ PPFN 13 Desember 2020 daring link Zoom Dewan Kesenian Jakarta.

Pengembangan SDM AV (Pandang Dengar), penguatan simpul seni film berasaskan teknologi pandang dengar.

Rekomendasi Rakor Perfilman 2019

KepMenDikbud 977/P/2020 KKNI produksi film

Rencana Jangka Panjang PPFN

Pengembangan SDM BPI berbasis kompetensi

Sertifikasi sebagai landasasn Penguatan Industri Film -PPFN

Strategy pengembangan SDM AV KEMENPAREKRAF

KOMINFO Mediamorfosis Industri Audio Visual

KEMENAKER Kualifikasi Peningkatan kualitas SDM AV

Posted: April 28, 2020 in Aplikasi Audio Visual
Tags:

apps.apple.com/id/app/on-set-continuity/id1450109186

Posted: April 28, 2020 in Aplikasi Audio Visual
Tags:

apps.apple.com/id/app/art-department-continuity-pro/id527905881

Kerangka Produksi Film 2015

Posted: September 21, 2019 in Uncategorized

BAB I PENGANTAR (film statement)
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Pembuatan Rancangan
1.3 Identitas Kelompok
1.4 Target Penonton
1.5 Master Penayangan sesuai Media Ruang

BAB II KONSEP DAN DESAIN PRODUKSI
2.1 Riset dan Pengembangan Skenario
2.1.1 Ide Pokok
2.1.2 Tema
2.1.3 Basic Story (Premis)
2.1.4 Sinopsis
2.1.5 Treatment
2.1.6 Skenario

2.2 Analisa Skenario dan Referensi
2.2.1 Analisa Pesan
2.2.2 Analisa Karakter
2.2.3 Analisa Setting
2.2.4 Analisa Properti
2.2.5 Analisa Wardrobe
2.2.6 Analisa Make-up dan Hair Style

2.3 Konsep Film
2.3.1 Konsep Penulisan Skenario (Penulis)
2.3.1.1 Latar Belakang Ide
2.3.1.2 Observasi
2.3.1.3 Karakter
2.3.1.4 Setting
2.3.1.5 Struktur Film
2.3.1.6 Temporal dan Spasial

2.3.2 Konsep Produksi (produser)
2.3.2.1 Pengembangan Ide
2.3.2.2 Penyusunan Jadwal
2.3.2.3 Pembentukan Kru
2.3.2.4 Anggaran Biaya
2.3.2.5 Lokasi
2.3.2.6 Shooting Ratio
2.3.2.7 Pra Produksi

2.3.3 Konsep Penyutradaraan (sutradara)
2.3.3.1 Konsep Ide
2.3.3.2 Director’s Statement
2.3.3.3 Director’s Treatment (Film Form & Style)

2.3.4 Konsep Sinematografi (sinematografer)
2.3.4.1 Analisa Naratif (mood)
2.3.4.2 Konsep Visual (look)
2.3.4.2.1 Framing (Pembingkaian dan Kedalaman imaji)
2.3.4.2.2 Tata Cahaya dan Warna
2.3.4.4 Alur kerja Kualitas imaji (workflow dari Setup Menu Kamera – Mastering)
2.3.4.5 Rancangan Kamera Setup (Menu Kamera, Floor Plan)
2.3.4.6 Peralatan Teknis (equipment list)
2.3.4.7 Daftar Kru Departemen Kamera, Lighting dan Grip

2.3.5 Konsep Tata Artistik
2.3.5.1 Look and Mood
2.3.5.2 Warna
2.3.5.3 Mise en Scene

2.3.6 Konsep Tata Suara dan Musik
2.3.6.1 Analisa Naratif
2.3.6.2 Konsep Umum
2.3.6.3 Treatment Sound
2.3.6.4 Konsep Teknik Perekaman
2.3.6.5 Post Production Workflow

2.3.7 Konsep Editing
2.3.7.1 Analisis Naratif
2.3.7.2 Konsep Editing
2.3.7.3 Metode Editing
2.3.7.4 Metode Penyambungan
2.3.7.5 Gaya Editing
2.3.7.6 Dimensi Editing

2.3.8 Konsep Opening Scene, Tipografi Judul dan Credit Title
2.3.8.1 Opening Scene
2.3.8.2 Tipografi Judul
2.3.8.3 Credit Title Film

2.3.9 Konsep Poster Film

2.4 Schedule Plan
2.4.1 Time Table
2.4.2 Production Schedule

2.5 Breakdown Film
2.5.1 Script Breakdown Sheet
2.5.2 Breakdown Pemain
2.5.3 Breakdown Setting
2.5.4 Breakdown Lokasi
2.5.5 Breakdown Properti
2.5.6 Breakdown Wardrobe
2.5.7 Breakdown Make-up dan Hair Style
2.5.8 Breakdown Sound/Music
2.5.9 Master Breakdown
2.6 Hunting Plan/Survey
2.6.1 Hunting Talent/Casting
2.6.2 Hunting Lokasi
2.6.3 Survey Properti
2.6.4 Survey Wardrobe
2.6.5 Survey Make-up dan Hair Style
2.6.6 Survey Logistik
2.6.7 Survey Transportasi
2.6.8 Survey Akomodasi
2.6.9 Survey Komunikasi
2.6.10 Survey Equipment
2.6.11 Tim Survey dan Hunting
2.6.12 Jadwal Hunting
2.6.13 Budget Hunting
2.7 Hunting Report
2.7.1 Report Talent/Casting
2.7.2 Report Lokasi
2.7.3 Report Properti
2.7.4 Report Wardrobe
2.7.5 Report Make-up dan Hair Style
2.7.6 Report Logistik
2.7.7 Report Transportasi
2.7.8 Report Akomodasi
2.7.9 Report Komunikasi
2.7.10 Report Equipment
2.7.11 Report Tim Survey dan Hunting
2.7.12 Report Jadwal Hunting
2.7.13 Report Budget Hunting

2.8 Proses Workshop dan Recce
2.8.1 Report Workshop
2.8.2 Crew Workshop
2.8.3 Budget Workshop
2.8.4 Director’s Shot List
2.8.5 Floorplan
2.8.6 Storyboard
2.8.7 Production Notes
2.8.8 Budget Recce

2.9 Schedule Report
2.9.1 Shooting Schedule
2.9.2 Call Sheet
2.10 Biaya Rancangan Produksi
2.10.1 Biaya Estimasi
2.10.2 Biaya Produksi (Budget Summary)

PEDOMAN PELATIHAN FILM

Posted: May 19, 2019 in Pelatihan

Program-Program Pelatihan Perfilman

– PUSBANG FILM KEMENDIKBUD

– PPSB DKI JAKARTA

– KREATIF HUB BEKRAF

– INSTITUT KESENIAN JAKARTA (FFTV)

 

Hari Film Indonesia 1950-2015

Posted: March 31, 2015 in Tulisan

65 tahun sudah pekerja film Indonesia dirayakan bukan karena hanya filmnya saja yang bagus, tetapi yang menjadi alasan Hari Film adalah karya tersebut dibuat oleh Orang Indonesia. Jika kita kaji perjuangan sebenarnya adalah penghargaan kepada kreator, profesional dan pekerja film Indonesia, memperjuangkan Film sebagai bagian kehidupan Masyarakat serta menghidupi kreator dan profesional film.

Tapi masalahnya kita sendiri tidak tahu profesi di film sangat banyak dan menampung banyak tenaga kerja sementara orang kita menyebut dirinya film maker atau pembuat film, jika bekerja di film. Sekali lagi posisi profesi di film sangat beragam. 

Dan pada tanggal 30 Maret semua yang terlibat dalam perfilman merayakan benar benar perayaan film Indonesia walau mungkin belum Nasional, dimana pelaku dan pengusahanya orang Indonesia. Masih banyak kantong kantong kosong lahan kreatif khususnya seni film. Walau sudah mulai berkembang beberapa daerah melihat potensi Sumber Daya Manusia yang tidak pernah habis.

Masalahnya kita eforia dengan peralatan teknologi murah sehingga menimbulkan gelombang motivasi untuk berkembangnya seni film yang tidak diikuti oleh Industrinya. Orang ramai – ramai pusing menghadapi Masyarakat Ekonomi Eropa dan Pasar Global tapi kenapa Industri film kita sendiri menurunkan kualitas teknologinya sama dengan produk produk konsumer yang dijual umum. bahkan menggunakan kamera Handphone… penggunaan hanphone dalam produk sinema sudah ada beberapa yang mendapatkan penghargaan seperti festival Berlin, Sundance tapi tidak masuk kategori ranah Industri.

Industri yang sehat dalam suatu negara adalah saling mengisi dan integrasi dengan bidang-bidang industri di negeri tersebut, yang memiliki ekosistem saling menghidupi. Dan kembali lagi ini masalah kebijakan pemerintah dan pelaku industrinya. Secara kajian selalu dikejar standar yang selalu meningkat mengejar kualitas tertinggi sehingga dibutuhkan intelektual yang mempelajari khusus bidang bidang di perfilman menjadikan ukuran ukuran penilaian. Tidak lupa industri akan berkembang jika ada pasarnya, berapa banyak rakyat Indonesia? dan pada kajian sebelumnya menghasilkan konsep Quadra Helix yang di inisiasi Ibu Marie Pangestu dengan jajarannya di kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama profesional film yang tergabung dari beberapa asosiasi yang akhirnya dibentuk Badan Perfilman Indonesia “yang wajib ada” karena ada dalam UU RI no.33 tahun 2009 tentang Perfilman.

Sayang politik kita dibangun dengan rasa tidak percaya dan saling curiga, atau memang ada yang dengan sengaja membuat ini?. Cenderung orang kita percaya apa yang didengar apalagi dilihat itulah fungsi komunikasi, sayangnya area ini diperebutkan kelompok tertentu dan/atau pedagang yang masuk ke ranah politik. Sayangnya literasi media kita belum tersebar luas, semoga ahli komunikasi kita tidak memihak sebuah kelompok.

kebudayaan adalah cermin pembelajaran masyarakat menurut Anies Baswedan, sementara penyebaran komunikasi sekarang sangat masif dengan media sosial, dan bukan sekedar mental rakyat saja tapi kita tidak belajar hati-hati (mungkin) tanpa tahu kebenarannya (Ilmu) padahal ada ayat suci yang menyatakan tidak boleh menyebarkan berita tanpa validasi yang akurat (sekali lagi ilmu). Sederhananya baca ilmu yang sudah terbukti (iqra). Bagaimana terbukti jika semua Copy Paste …..

Ilmu bisa berkembang kalau kita mempelajari ilmu sebelumnya, karena kita terbiasa “copas” tidak ada yang melekat di benak kita dan melanggar kekayaan intelektual orang lain. Selain tidak maju, tidak berkembang melanggar hukum pula. STOP PEMBAJAKAN.

Jika kita urut dari ekosistem, SDM, Pembajakan, ini yang menghambat industri khususnya ranah kreatif. mari kita bangun kepercayaan profesional untuk membangun ekosistem, jangan kita merasa bisa menangani semuanya.

Seharusnya sekolah film bisa menjadi inkubator ekosistem kreatif dimana menggabungkan beberapa profesi menjadi kerja kolaborasi (bekerja sama dengan musuh) yang menghasilkan sebuah karya. Tapi sekali lagi mari kita yakin dengan profesi kita sehingga bisa kita perjuangkan profesi tersebut dan percaya dengan profesi lainnya sehingga menjadi ekosistem yang saling membangun. Jangan sekolah menjadi contoh yang salah sehingga industri mengikuti kaidah intelektual, jangan turuti keuntungan belaka. Industri selalu menayakan seorang dosen sudah berbuat apa? sayangnya di Indonesia ranah kreatif masih dilihat karya yang terlihat belum berkembang karya kajian khususnya di perfilman. Makanya yang dicari profesional (belum punya konsep pendidik) untuk mengajar bukan dosen profesional.  

Sekali lagi ini hanya tulisan sesaat memperingati hari film Indonesia ke 65 tahun dimana pada saat perayaan di FILARTC pada tanggal 27-29 Maret 2015 di pelataran teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. dimana Sinematografer Indonesia diberikan tempat (booth*) dan kami gunakan untuk sosialisasi KODE ETIK di departemen kamera. Walau belum sempurna dimana justru sangat diharapkan kritik dan sarannya demi kebaikan bersama. Tidak lupa juga perangkat kontrolnya pada website SI ada link/tautan LAPOR !!! buat koreksi kami jika ada yang tidak sesuai secara etik. Besar harapan kami kepada semua masyarakat untuk mengontrol kami.

Mari kita berjuang dalam berkarya untuk kehidupan dan pada saat perayaan silahturahmi di Istana Negara bersama Presiden Jokowi salah satu Pembina SI M. Soleh Ruslani  menerima penghargaan dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Kreatif yang diserahkan oleh Menteri Anies Baswedan dan Triawan Munaf. Proses adalah waktu belajar … Hasil/karya adalah penilaian masyarakat beradab.

Salam Film Indonesia

A@

* terima kasih kepada penyelenggara FILARTC

 

 

Salam Sinematografi!
Hadiri, Satu Tahun SI.
“Dari kita, oleh kita, untuk kita.”

Dalam rangka memperingati ULTAH Sinematografer Indonesia yang ke 1, SI akan mengadakan acaranya kembali.

Selain Silaturahmi para anggota, kami juga mengadakan acara bagi anggota maupun umum. Sebagai berikut:

1. Seminar I : “Batas memberi bentuk pada apa yang tidak terbatas” oleh Arief Pribadi.
2. Seminar II : “Memotret Wajah Tuhan” oleh Nur Hidayat.
3. Pemaparan SKKNI bagi anggota.
4. Ceremonial.

Yang akan diselenggarakan pada :
Tanggal : 7 Januari 2015
Waktu. : 8:00 s/d selesai
Tempat : Auditorium Gedung Film lt 2 MT Haryono

Keterangan Registrasi :
Registrasi anggota : Rp. 500.000 (free charge utk setiap kegiatan SI & mendapat kartu keanggotaan)
Registrasi Umum : Rp. 325.000

Bagi kawan2 Operator Kamera dan Ascam yang belum ter-registrasi harap mendaftar dan membayar iuran yg pertama di hari yang sama.

Pembayaran melalui :
Transfer ke : BCA 6800297441 a/n Roy Muda Dato Lolang
Atau di lokasi

Note : Bagi kawan2 Operator Kamera dan Ascam yang belum ter-registrasi harap mendaftar dan membayar iuran yg pertama di hari yang sama. Yang sudah ter- registrasi (Tahun lalu) hanya iurannya saja.

Konfirmasi kehadiran : 0852-38648011 (RISKA)

Salam,
Sekretariat SI.ipung  final 1

Image  —  Posted: January 5, 2015 in Acara, Berita

IMG_0138.JPG

Image  —  Posted: October 10, 2014 in Acara
Tags:

Kritik membantu kita lebih kuat dan wawas diri
Saran membantu kita lebih baik dan maju. silahkan tulis di bagian bawah halaman ini pada bagian LEAVE A REPLY.

Terima kasih